Menteri PPPA : Perempuan Harus Menjadi Pelaku Aktif dalam Ekosistem Keuangan Digital
Jakarta (10/08) – Literasi keuangan digital telah menjadi salah satu faktor penting untuk mempercepat tercapainya kesetaraan gender di Indonesia. Kehadiran platform digital, menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, telah membuka kesempatan bagi perempuan pelaku usaha untuk memperluas pasar.
“Perempuan harus menjadi subjek aktif dalam ekosistem keuangan digital, bukan sekadar penerima manfaat.Melalui platform digital, perempuan pelaku usaha kini memiliki peluang lebih besar untuk memperluas pasar, mengelola keuangan secara transparan, dan mendapatkan modal usaha dengan lebih mudah. Inovasi ini tidak hanya mendorong kesetaraan ekonomi, tetapi juga memperkuat peran perempuan dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan komunitas,” ujar Menteri PPPA pada kegiatan Financial Inclusion Talk dalam rangka Karya Kreatif Indonesia 2025 yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (09/08).
Tantangan terbesar jika merujuk pada Data Statistik Telekomunikasi Indonesia tahun 2023 adalah adanya adanya kesenjangan digital pengguna internet dimana laki-laki mencapai 72,07 persen, sedangkan perempuan baru 66,35 persen. Kondisi ini menurut Menteri PPPA diperparah oleh keterbatasan akses informasi, peluang ekonomi, dan stereotip gender yang menganggap perempuan kurang mampu mengelola layanan keuangan digital.
“Pendidikan dan pelatihan literasi keuangan digital harus dilakukan secara masif, terarah, dan berkelanjutan agar perempuan mampu menjadi agen perubahan dalam transformasi ekonomi digital. Dari kegiatan seperti Financial Inclusion Talk diharapkan dapat menghasilkan gagasan dan aksi nyata untuk mencetak talenta digital perempuan yang inklusif, tangguh, dan berdaya saing,” ujar Menteri PPPA.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti, menekankan bahwa peningkatan literasi keuangan menjadi tantangan besar di tengah masifnya akses layanan keuangan digital. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), meskipun 80,5 persen penduduk Indonesia sudah memiliki akses layanan keuangan, tingkat pemahaman masyarakat terhadap produk keuangan masih relatif rendah, yaitu sekitar 66 persen.
“Kita harus menciptakan talenta digital yang inklusif, tidak hanya melek teknologi tetapi juga memberi dampak nyata, terutama bagi UMKM dan perempuan pelaku usaha. Literasi keuangan harus aktif, interpersonal, relevan, dan humanis,” ujar Destry.
Bank Indonesia pada tahun 2024 telah bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) melalui program pemberdayaan perempuan di Kalimantan Utara dan Kota Rembang, Jawa Tengah dengan melibatkan pemerintah daerah, industri perbankan, akademisi, dan masyarakat. Sebagai tindak lanjut, Bank Indonesia menyusun kerangka kompetensi literasi digital sesuai amanat Undang-Undang Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dan meluncurkan buku Kajian Pemetaan Kompetensi Literasi Keuangan sebagai panduan penguatan literasi keuangan yang terarah dan berkelanjutan.